Rabu, 18 Juni 2008

Siapa Menikmati Migas Madura, Lokal atau Asing?

Dari mana biaya (modal) untuk membentuk Provinsi Madura? Pertanyaan ini kerap muncul manakala dikemukakan perihal aspirasi masyarakat Madura yang menghendaki agar Madura menjadi Provinsi. Dan pertanyaan itu kerap terlontar, bukan hanya datang dari kalangan masyarakat luar Madura (bukan orang Madura) sebut saja masyarakat di Jakarta. Pertanyaan itu bahkan sering mengemuka di kalangan masyarakat Madura sendiri. Apa dasar pertanyaan itu, tidak jelas adanya, mengapa mereka melontarkan pertanyaan yang mendiskreditkan orang Madura. Bisa jadi dikarenakan faktor ketidak tahuan, atau bahkan mungkin pada (secara sengaja) upaya pembunuhan karakater orang Madura. Padahal, bicara modal untuk membangun provinsi Madura, tentu sangat banyak untuk Madura. Mulai dari sector perikanan, pertanian, perkebunan, hutan, tembakau, garam, hingga pada potensi Minyak dan Gas (Migas) yang sangat melimpah. Dan hal ini tentu belum banyak diketahui masyarakat luas. Dari sektor Migas misalnya, secara faktual hingga saat ini Madura menjadi pensuplai kebutuhan Gas sebesar 60 % (melalui pipa bawah laut) ke Kawasan Industri Jawa Timur, seperti Sidoarjo, Surabaya, Gresik dan lainnya. Gas ke Jawa Timur itu, disuplai dari Gas Pegerungan yang terletak di Pulau Kangean (Sumenep) dan Gas Blok Maleo I yang terletak di Perairan Selatan Pulau Giligenting (Sumenep). Lalu, apa masih ada yang (berani) menyanggah, Madura tak punya potensi alam? Potensi Migas Madura, tentu saja tidak hanya yang ada di Pagerungan atau di Maleo. Setidaknya, sejak tahun 90-an silam, ada dugaan, ladang Migas di Madura itu banyak terhampar diberbagai sisi Madura dari daratan hingga lautan. Saking besarnya potensi Migas Madura, ada yang mengatakan kalau Madura itu ‘madunya’ Negara. Dalam arti, kalau Negara ini (NKRI=Negara Kesatuan Republik Indonesia) mau mengatasi krisis multidimensi yang menerpanya saat ini, salah satunya bisa dengan memaksimalkan potensi Migas di Madura. Seperti dikatakan, Syarifudin, Penasehat Umum Ormas FKMLJ (Forum Komunikasi Lintas Madura Jakarta), Madura itu bisa dikatakan ‘duduk’ di atas ladang Minyak dan gas. “Dengan kata lain dibawah Pulau Madura itu terhampar ladang Migas yang jumlahnya bisa mencapai miliaran kaki kubik. Hal inilah, yang menjadikan Madura itu panas, gersang, dan sulit ditanami padi,” ujar Syarifudin kepada SDO. Dikatakan, saya sependapat dengan temuan (peta=desain) Migas di Madura yang dibuat oleh LSM Jatam (Jaringan Advokasi Tambang) Jakarta. “Bahwa hamparan Migas dengan volume miliaran kaki kubik, ada di Madura. Potensi Migas yang ditemukan (dieksploitasi) saat ini, belum apa-apa, baru sebagian kecil saja,” tutur Syarifudin. Seperti di Pulau Giligenting (Sumenep), kata Syarifudin, bukan hanya di Maleo I saja, tetapi ada sejumlah titik gas yang bisa di eksploitasi hingga 1500 tahun. “Silahkan, percaya atau tidak, dengan angka 1500 tahun ini, sebab yang pasti saya sudah mendapat informasi adanya titik gas yang demikian besar di Pulau Giligenting itu, hanya saja penelitian modern belum bisa menjangkau adanya sumber gas yang demikian hebat di Pulau Giligenting,” ujar Syarifudin. Hal senada dikatakan Yosef, SA, tokoh muda Sumenep, bicara potensi Madura, salah satunya adalah potensi Migas. ”Titik Migas di Madura dari Barat hingga Timur, yang lambat laun, sumber-sumber Migas Madura, satu persatu mulai ditemukan. Buktinya, sampai kini sudah banyak ladang atau sumur yang dieksplorasi dan diekspolitasi menghasilkan Migas. Baik dari sumber yang ada di Kabupaten Bangkalan di barat, hingga Sumenep di ujung timur,” kata Yosef, SA, ketika di konfirmasi SDO.. Dan untuk diketahui, di antara 4 kabupaten di Madura, Kabupaten Sumenep memiliki potensi Migas yang paling kaya. “Belakangan, sumber Migas tidak hanya ditemukan di Pagerungan, tapi juga di beberapa titik lainnya seperti Gas di Blok Maleo (Giligenting) yang saat sudah berproduksi,” kata Yosef. Bahkan sejumlah titik Migas di Sumenep, lanjutnya, tengah dilakukan penelitian seismik (penelitian permukaan dasar laut) terkait dengan ada tidaknya potensi Gas atau Minyak di suatu lokasi. “Pastinya, hingga saat ini banyak Kontractor Production Sharing (KPS) yang ambil bagian mengelola tambang migas di Sumenep. Antara lain, ARCO-Kangean Block, Trend Java Sea Block, Masalembu Shell, British Petroleum Sakala Timur, Mobile Oil, Amco Indonesia, Hudbay Oil International, Anadarko, Petronas Carigali, dan Santos Oil,” jelas Yosef. Dikatakan, sumber Migas terbesar saat ini, yang ada di Pagerungan (Pulau Kangean) dipercayakan pemerintah kepada PT Energy Mega Persada (EMP) Kangean Limited. Dan kabarnya, EMP memperpanjang kontrak untuk mengelola sumur Migas lain, tepatnya di sumur Migas di Terang Sirasun dan Batur. “Selain di Pagerungan, Migas juga ditemukan di titik Terang Sirasun, dan Batur, masih banyak lagi sumur kandungan Migas yang ditemukan. Sedikitnya, ada 6 titik Migas yang ditemukan dan rencana untuk dieksplorasi. Pengeboran Migas di 6 titik tersebut akan dilakukan oleh 2 investor dari luar negeri, yakni PT Anardako dan PT Petronas Carigali,” ujar Yosef. Kemudian potensi Migas di Kabupaten Sampang, lanjut Yosef, adalah sumur Migas Oyong yang berlokasi di lepas pantai Camplong, dan kini sudah berproduksi. “Volume Sumur Oyong yang dikelola oleh PT Santos Ltd. diperkirakan mencapai 6-8 tahun dengan kapasitas produksi 20.000 barel per hari. Bersamaan dengan itu, pihak Santos saat ini juga sedang melakukan tahapan eksplorasi akhir Sumur Jeruk di perairan lepas pantai Sreseh, yang kemudian akan dilanjutkan dengan eksploitasi gas bumi,” kata Yosef. Selain Santos, lanjutnya, Petronas Carigali (PC) Karapan Ltd juga melakukan pemboran minyak bumi sumur FORAM dan POLLEN di lepas pantai Sampang Utara. Pada Maret 2006 lalu, 4 sumur sudah dibor. Namun, dikarenakan nilai volumennya tidak ekonomis, Petronas Carigali (PC) Karapan Ltd. menghentikan pengeboran. “Lokasi sumur POLLEN yang akan dieksplorasi berada di lepas pantai Ketapang sejauh 11.500 fet atau 70 kilometer. Sedangkan sumur FORAM berada di radius 7.000 fet atau 90 kilometer dari bibir pantai dengan kedalaman rata-rata 60 meter,” tutur Yosef. Selain Petronas Carigali (PC) Karapan Ltd. dan Santos Ltd., perusahaan asing yang sudah melakukan eksplorasi Migas di Kabupaten Sampang adalah Medco Ltd. di Desa Gunung Eleh, Kecamatan Kedungdung. “Dan Migas di Kabupaten Bangkalan, tambahnya, dikelola oleh perusahaan pengeboran minyak Kodeco sejak tahun 1985 telah lama mengeksploitasi minyak di lepas pantai utara Bangkalan, yakni di perairan Kecamatan Sepulu,” kata Yosef. Melihat fakta-fakta diatas, kata Yosef, pihaknya setuju dan sependapat dengan apa yang dikatakan Syarifudin. Bahwa Madura ‘duduk’ di atas hamparan ladang Migas. “Sehingga tak ada alasan bagi siapapun, apakah pemerintah pusat (Jakarta), Pemrov. Jatim untuk tidak mengatakan Madura kaya potensi Migas,” kata Yosef. Harus Transparan Persoalannya, ternyata ada banyak masalah pada pengelolaan potensi Migas Madura, seperti dalam hal bagi hasil yang dinilai tidak transparan. “Hal ini terungkap, dari apa yang dikeluhkan Pemkab Sumenep pada November 2006 lalu. Meski banyak sumur yang sudah dibuat dan sumber daya alam dikeruk, tapi kompensasi hasil yang diperoleh Sumenep melalui dana perimbangan Migas (DPM) dari pusat (Jakarta) tidak pernah jelas. Bahkan beberapa tahun belakangan, Sumenep tidak mendapat bagi hasil Migas,” kata Syarifudin. Menurut Syarifudin, alasan kenapa Sumenep tidak dapat dana bagi hasil (DBH) Migas, lantaran karena produksi sumur Migas di Pangerungan mengalami penurunan. Sehingga, pada 2005 yang lalu, Sumenep tidak menerima dana perimbangan Migas sama sekali. “Alasan (penurunan volume) ini, saya kira penuh dengan spekulasi (politik), dan sulit diterima secara logika masyarakat. Bisa saja alasan itu dibuat-buat (akal-akalan) agar Sumenep tidak mendapat bagi hasil Migas. Hal tentu saja, agar masyarakat Sumenep jangan buru-buru sejahtera,” tegas Syarifudin. Menjadi pertanyaan, lanjutnya bagaimana masyarakat akan tahu bahwa telah terjadi penurunan volume Pegerungan. “Sebab, offshore Pagerungan ka nada di laut, dan tidak sembarang orang bisa masuk ke area offshore (kantor) EMP Pagerungan,” kata Syarifudin. Sekedar penyegaran, pada 2002 silam, Sumenep menerima dana perimbangan Migas sebesar Rp 31 miliar. Namun, karena ada salah penghitungan dari pusat, maka di yang terima Sumenep hanya sebesar Rp 23 miliar. Akibatnya, pada tahun 2003, Sumenep harus mengembalikan uang tersebut ke pusat (Jakarta) sekitar Rp 8.497.102.142. Rinciannya, dari gas alam sebesar Rp 7.493.455.828 dan minyak bumi Rp 1.003.646.314. Sedangkan penerimaan dana perimbangan pada tahun 2003 triwulan pertama Sumenep menerima dana perimbangan sebesar Rp 6.781.852.124. Maka, penerimaan dana perimbangan Tahun 2003 Rp 6.781.852.124. tersebut tidak diterima Sumenep dan langsung disetorkan ke pusat untuk membayar kelebihan penerimaan dana perimbangan pada tahun 2002 yang lalu sebesar Rp 8,4 miliar. Dengan demikian, Sumenep masih mempunyai tunggakan sebesar Rp 1,7 miliar pada tahun 2003. Sehingga, pada penerimaan tahun 2004 hanya sebesar Rp 3 miliar dan langsung dipotong untuk membayar tunggakan tahun lalu. Sehingga, jumlah dana yang diterima Sumenep hanya sekitar Rp 1,3 miliar. Transparankah dana bagi hasil Migas untuk Sumenep? Dan bagaimana dengan Pamekasan, Sampang dan Bangkalan? Dikuasai Asing Persoalan lain berkenaan dengan potensi Migas Madura, adalah berkenaan dengan ada dugaan Migas Madura telah ‘dikuasai’ perusahaan multinasional (perusahaan asing). Menurut Saiful, Wakil Ketua Yayasan Ario Danurwendo, yayasannya masyarakat Giligenting, bahwa penguasaan asing terhadap potensi Migas Madura hampir 90 %. “Saya kira hanya 10 persen saja yang dikuasai (dikelola) oleh perusahaan lokal (Nasional) dalam hal ini pihak Pertamina. Selebihnya, potensi Migas Madura dikuasai asing, mulai dari Santos, Medco, Kodeco, Petronas dan lainnya. Kondisi ini, jelas membawa pada satu kesimpulan bahwa yang menikmati hasil Migas Madura khususnya, ya pihak (perusahaan) asing,” tegas Saiful. Sebab dalam ekplorasi maupun eksploitasi Migas, lanjutnya, pemerintah maupun DPR RI, tidak bisa melakukan pengawasan langsung. Sehingga ada banyak sekali spekulasi perusahaan asing dalam mengelola Migas Madura khususnya. “Sebut, saja ketika dalam ekplorasi gagal, atau dalam perjalanan ekploitasi Migas ketahuan volumennya kecil, maka dengan mudah perusahaan asing itu, tetap membebankan biaya (ekplorasi maupun ekploitasi) masuk dalam cost recovery. Sementara pada ukuran volume produksi sumur Migas, tidak ada indikator yang jelas, bahwa angka volume itu dikatakan dengan sebenar-benarnya oleh perusahaan asing yang mengelola sumur Migas,” kata Saiful. Dikatakan, potret pengelolaan Migas yang terjadi di Madura itu, tentu bukan hal baru, sebab hal yang demikian telah lama terjadi di daerah lain di se-antero Indonesia. “Persoalan kemudian, kenapa pengelolaan Migas didominasi perusahan asing? Padahal, seandainya pengelolaan Migas itu dilakukan oleh perusahaan nasional, yang melibatkan para putra daerah, maka kesejahteraan masyarakat Indonesia umumnya dan masyarakat Madura khususnya akan mudah dicapai,” kata Saiful. Logika pikir masyarakat, lanjutnya, adalah bertolak dari pertanyaan, mengapa yang punya lahan atau ladang Migas malah lebih sedikit ketimbang dengan perusahaan asing yang tak punya ladang Migas. “Artinya, pemilik ladang Migas lebih banyak jadi penonton, tidak menjadi tuan di rumahnya sendiri, apa kata dunia,” kata Saiful . Persoalan keahlian dalam mengelola Migas, menurut H. Syafi’i, Sekjen Ikama (Ikatan Keluarga Madura) bisa dilakukan alih tekhnologi. “Saya pikir manusia Madura (Indonesia) dengan orang asing sama saja bobotnya, keahliannya, kepintarannya. Bahkan jangan salah, belum tentu keuletan orang asing bisa menyaingi kegigihan orang Madura. Menurut saya, yang membedakan dalam hal pengelolaan Migas, adanya kesempatan untuk menyerap keahlian dibidang pengelolaan Migas,” kata H. Syafi’i, saat ditemui SDO. Untuk itu pihaknya, menghimbau kepada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun Pemkab yang ada di Madura untuk memberi kesempatan (mencari jalan) adanya alih atau serap tekhnologi (khususnya bidang pengelolaan Migas) kepada para putra daerah. “Demikian halnya kepada perusahaan-perusahaan asing (Perminyakan & Gas) yang konon saat ini mayoritas mengelola Migas Madura khususnya, pun memberikan sebagian atau seluruh ilmunya kepada putra daerah,” kata H. Syafi’i. Menurutnya, sudah saatnya kontribusi potensi Migas Madura, misalnya tidak melulu dalam bentuk CD atau Community Development (dana pengembangan masyarakat) yang notabene berupa uang. “CD itu bisa juga diberikan dalam bentuk alih tekhnologi kepada para putra-putri Indonesia umumnya, putra daerah Madura khususnya,” kata H. Syafi’i. Modal Bangun Provinsi Sisi lain dengan adanya potensi Migas Madura mestinya menjadi salah satu modal untuk membangun Madura menjadi Provinsi. Seperti diungkapkan M. Kasan, Ketua LSM Forum Masyarakat Giligenting (FMG), keberadaan potensi Migas di Madura mestinya menjadi modal (secara ekonomi) untuk membentuk Provinsi Madura. “Dengan kata lain, Madura bisa membangun apa saja, termasuk menaikkan status menjadi provinsi, apa ia mau membangun Madura ketika potensi Migas di Madura sudah habis. Saya berharap jangan sampai ada paradigma yang demikian, dikalangan masyarakat Madura, terutama dikalangan aparat Pemkab se-Madura,” kata M. Kasan, saat dikonfirmasi SDO. Menurutnya, dana bagi hasil (DBH) Migas yang masuk ke Madura masih bernilai miliaran rupiah, sehingga bisa dialokasikan untuk pembiayaan Madura menjadi Provinsi. “Sebut saja Sumenep, pada tahun 2002 saja menerima DBH Migas sebesar Rp 23 Miliar. Alangkah bijaksananya, kalau Pemkab dengan disetujui DPRD Sumenep waktu itu, mengalokasikan 50 % dana DBH itu untuk pembentukan Provinsi Madura,” ungkap M. Kasan. Dikatakan, hingga saat ini pihaknya tidak tahu kemana DBH Migas Sumenep selama ini diserap. “Sebab setahu kami, APBD Sumenep setiap tahunnya tidak mengalami defisit, sehingga saya kira tidak perlu subsidi. Dalam arti lain, kemungkinan besar DBH itu masuk ke kantong-kantong aparat pemerintah Pemkab dan DPRD Sumenep,” kata M. Kasan. Hal senada dikatakan Yosef, tak terbantahkan, Kabupaten Sumenep selama ini, dinilai sebagai kabupaten terkaya di Madura. Sehingga seharusnya menjadi pelopor untuk mau menjadi donatur pembentukan Provinsi Madura. “Saya yakin kalau Sumenep sudah ‘bergerak’ akan diikuti oleh Pemkab lainnya di Madura, apakah itu Pemekasan, Sampang maupun Bangkalan,” kata Yosef. Selain untuk program pembentukan Provinsi Madura, kata Yosef, melihat demikian besar potensi Migas Madura, maka empat Pemkab di Madura bisa membangun kilang minyak (mini) sendiri. Seperti dikemukakan pemerintah pusat, pada 26 Februari 2005 silam, bahwa daerah diperbolehkan membangun Kilang Minyak, dikarenakan prospeknya ke depan masih bagus. “Kendati pemerintah waktu itu mengingatkan untuk membangun kilang minyak membutuhkan investasi yang besar dan tidak murah. Untuk membuat kilang minyak berkapasitas 100 ribu barel minyak per hari saja setidaknya membutuhkan dana sekitar US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 15 triliun,” tutur Yosef. Menurutnya, soal biaya bisa dilakukan kerja sama dengan daerah lain yang sudah mapan keuangannya. “Atau, soal dana bisa bekerja sama dengan investor luar negeri. Dengan bentuk pinjaman lunak (Soft Loan),” kata Yosef. Sementara persoalan bahan atau minyak mentah, lanjutnya, banyak terdapat di Madura. “Jadi tidak usah khawatir soal akan ada kendala minyak mentahnya berasal dari mana, seperti pernah dikemukakan Purnomo Yusgiantoro (Menteri ESDM) sebelumnya,” kata Yosef.
Penulis : Saiful Anam

Jumat, 25 April 2008

Pedagang Emas Tewas Dirampok

Perhiasan 2 Kg dan Uang Tunai Rp 23,7 Juta AmblasSRESEH-Aksi perampokan sadis terjadi kemarin di Jalan Raya Dusun Labang Desa Noreh, Sreseh, sekitar pukul 05.30. Korbannya H Matra’i, 53, pedagang emas di Pasar Patereman, Kecamatan Modung, Bangkalan. Pelaku menggasak sekitar 2 kilogram perhiasan emas dan uang tunai sebesar Rp 15 juta sert 3.000 ringgit Malaysia (sekitar Rp 8.700.000). Jika dirupiahkan, barang dan uang milik korban yang disikat permapok totalnya sekitar Rp 400 juta. Yang sadis, perampok menebas lengan kanan korban. Akibat luka itu, korban akhirnya meninggal dunia saat menjalani perawatan medis di Puskesmas Sreseh.Berdasarkan informasi yang dirangkum koran ini di tempat kejadian perkara (TKP), perampokan terjadi saat korban bersama istrinya Hj Maisaroh, 46, berangkat ke Pasar Patereman. Pagi itu Kornan membonceng istrinya naik sepeda motor. "Saat perampokan, korban tidak sendirian. Dia didampingi saya dan keponakannya istrinya, Mutmainnah (32 tahun), yang juga berboncengan sepeda motor," ujar ipar korban, H Syafi’i, 53.Setiba di Jalan Raya Dusun Labang, tiba-tiba empat orang yang mengendarai dua sepeda motor dari arah belakang (timur, Red) memepet sepeda motor korban. Karena terus dipepet, korban pun membanting kemudi. Akibatnya, justru korban dan istrinya jatuh tersungkur ke lajur kanan jalan atau persisnya di depan rumah Hj Latifah, di samping rumah Ketua DPD PAN Sampang H Imam Buchori.Nah, ketika Matra’i jatuh, perampok yang mengenakan jaket warna hitam dan pakai helm teropong mengeluarkan pisau panjang sejenis parang. Dia kemudian merampas tas berisi perhiasan dari korban. Tapi, korban tidak berdiam diri. Dia melawan perampok yang hendak merebut tasnya. Perampok itu pun langsung menebaskan parangnya ke lengan kanan Mtra’i. Sedangkan perampok yang lain merampas tas berisi uang tunai yang dipegang istri korban. "Setelah itu para perampok langsung tancap gas," cerita Syafii.Kendati luka cukup parah, Matra’i dan Maisaroh berusaha mengejar para perampok hingga di depan SMPN 1 Sreseh. Keduanya berlari sambil berteriak minta tolong. Syafii dan Mutmainah serta warga sekitar ikut membantu mengejar para perampok. Tapi, pelaku berhasil kabur menuju ke arah barat (Modung, Red)."Saat kami kejar, perampok mengayun-ayunkan parang ke atas sambil mengancam dan menantang warga. Tapi karena kalah cepat, kami gagal menangkap mereka," ujar Amar makruf, warga Dusun Labang yang rumahnya tidak jauh dari TKP.Setelah gagal menangkap perampok, kerabat korban bersama warga membawa korban ke Puskesmas Sreseh. Sebab, saat itu kondisi korban benar-benar kritis dan banyak kehilangan darah. Darah korban berceceran ke aspal jalan. "Sementara Buk Maisaroh, langsung saya bonceng pulang ke rumah," kata Syafii.Sesampai di Puskesmas Sreseh, petugas langsung memberikan perawatan medis. Tapi karena banyak kehilangan darah, bapak tiga anak itu akhirnya meninggal dunia. "Luka tebasan senjata tajam perampok mengenai tulang lengan kanan atas dan membuat pembuluh darah arterinya putus. Karena kehabisan darah, korban akhirnya meninggal dunia," ujar Fajar, petugas Puskesmas Sreseh, Fajar.Kabar kematian korban disambut jerit histeris kerabat dan tetangganya. Bahkan, Maisaroh tidak percaya suaminya meninggal. Dia langsung shock. Wartawan yang datang ke rumah duka di Dusun Kokap, Desa Noreh, Sreseh, tidak berhasil meminta keterangan dari Maisaroh, karena dilarang kerabat dan masih dalam suasana berkabung.Sementara untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, puluhan petugas dari Polsek Sreseh, Koramil Sreseh, dan tim gabungan dari Polres Sampang disiagakan di sekitar rumah duka. Terpisah, tim identifikasi polres di bawah pimpinan KBO I Satuan Reskrim Iptu Aries Dwiyanto dan KBO II Satuan Reskrim Ipda Aris Dwi Cai melakukan olah TKP dan meminta keterangan sejumlah saksi. Hingga berita ini diturunkan, polisi belum ditangkap. Kapolres AKBP H Yudi Sumartono saat jumpa pers mengintruksikan anggotanya untuk mengungkap kasus perampokan tersebut. "Aksi perampokan ini benar-benar gila dan sadis," katanya.Untuk itu, polres membentuk unit khusus (timsus) dan menyebar anggota buser untuk memburu perampok. "Anggota sedang melakukan dan mendalami penyelidikan di lapangan," ujarnya.Mantan Kabag Ops Polwil Kediri ini menduga, aksi perampokan tersebut sudah direncanakan. Pelaku yang informasinya berjumlah empat orang, ditengara "merekam" aktifitas rutin korban. "Kami menduga kawanan perampok tersebut sudah lama mengincar dan membidik korban. Indikasinya, mereka nekat merampok di tempat umum," imbuhnya.Yudi minta masyarakat Sreseh ikut membantu tugas polisi. Kepada pelaku, dia mengimbau segera menyerahkan. "Sebab, kalau tidak segera menyerahkan diri, kami pasti akan memberikan tindakan tegas," tandasnya. (c6/mat)
Sumber : Radar Madura

Produksi Beras Petani Surplus

BANGKALAN-Pada musim panen tahun ini, petani di Bangkalan bisa tersenyum karena hasil panennya cukup melimpah. Persediaan beras untuk konsumsi sehari-hari dinyatakan surplus. Sehingga, terbuka peluang bagi pihak ketiga yang berniat membeli beras petani.Menurut Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Bangkalan Drs H Setijabhudi NK melalui Kasubdin Tanaman Pangan A Fanani, produksi beras di Bangkalan pada musim tanam tahun ini cukup melimpah."Malah mengalami kelebihan atau surplus. Hal ini disebabkan karena kondisi cuaca selama musim tanam sangat mendukung," ujarnya.Selain itu, tanaman padi petani tidak ada yang rusak akibat hama atau terendam air dan roboh karena angin kencang. "Sekarang ini, produksi beras petani luar biasa hasilnya. Jadi, kalau mau membeli beras petani silahkan saja. Dengan catatan, jangan sampai merugikan petani," imbaunya.Dijelaskan, kebutuhan beras untuk Kota Bangkalan merupakan daerah yang produksinya surplus. Berdasakan perhitungan konsumsi per kapita, hasil panen tahun ini bisa menutupi kebutuhan 1 juta penduduk. "Kalau per orang mengkonsumsi 7 kg beras per bulan atau 100 kg per tahun, maka Bangkalan surplus produksi beras," jelasnya.Karena itu, pihaknya berharap ada pihak yang bisa menyerap beras petani dengan harga yang layak dan menguntungkan.Dikonfirmasi terpisah, Kepala Gudang Bulog Bangkalan Juliarko menjelaskan, pihaknya sudah membeli beras dari petani dengan harga sesuai instruksi presiden (Inpres). Sampai saat ini, pembelian beras dari petani sudah mencapai 3.000 ton."Untuk Bangkalan, kita targetkan 4.500 ton. Tapi, tidak menutup kemungkinan kita menambah pembelian beras petani," jelasnya. (c2/fiq)
Sumber : Radar Madura

Dana PKH Rp 4 M Tersalur

SAMPANG-Dana bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) untuk keluarga miskin di Kabupaten Sampang sudah lunas tersalurkan. Dana PKH TA 2007 tersebut, dikucurkan sejak Januari hingga April 2008 dengan total dana mencapai Rp 4 miliar.Menurut Kepala Kantor Kesejahteraan Sosial (Kesos) Sampang yang juga Ketua Tim Koordinasi PKH Kabupaten Sampang Drs H Suwarno MM, sasaran penerima PKH adalah keluarga yang masuk ketegori rumah tangga miskin (RTM).Dijelaskan, PKH TA 2007 merupakan program percobaan yang khusus diberikan kepada RTM di Kecamatan Pangarengan dan Sreseh. "Jadi, wajar bila di awal penyalurannya ada beberapa kendala di lapangan," ujarnya.Suwarno mengakui, ada beberapa permasalahan dalam proses penyaluran PKH. Salah satunya, ada beberapa warga yang tidak terdata mengklaim lebih berhak menerima PKH. Padahal, dalam program ini, kewenangan Kantor Kesos Sampang hanya sebagai fasilitator saja."Kami hanya sebagai pemakai data. Sehingga, tidak mempunyai kewenangan melakukan penambahan ataupun pengurangan daftar nama RTM penerima PKH," ungkapnya.Daftar RTM yang berhak mendapat bantuan PKH digodok Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Sampang. Data tersebut kemudian di kirim ke Departemen Sosial RI untuk diseleksi dan diverifikasi ulang. Setelah itu, data tersebut divalidasi ulang oleh petugas pendamping kecamatan."Karena itu, hasil data yang masuk ke Kantor Kesos Sampang adalah hasil update yang dilakukan Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan (UPKH)," terang Suwarno.Sesuai hasil update UPKH, jumlah penerima PKH di Kecamatan Pangarengan sebanyak 1.463 RTM. Sedangkan di Kecamatan Sreseh mencapai 1.758 RTM. Mereka mendapat dana yang besarannya berbeda satu sama lain.Pemberian dana PKH memang didasarkan pada kondisi riil tentang kesehatan ibu dan jumlah anak. Dana minimal yang dikucurkan untuk RTM berkisar Rp 200 ribu pertahun. Bantuan itu bisa bertambah, bila RTM tersebut memiliki anak yang masih berusia dibawah 6 tahun."Ibu hamil atau menyusui dan memiliki anak yang masih duduk di bangku SD/MI, merupakan salah satu kriteria mendapat bantuan PKH. Sehingga, banyak RTM yang mendapat bantuan PKH sebesar Rp 800 ribu," jelasnya.Namun demikian, lanjut dia, jumlah bantuan program PKH ada batasan maksimalnya. "Maksimal setiap RTM mendapat jatah dana PKH paling banyak Rp 2.800.000 per tahun," tandas Suwarno.Proses pencairan dana PKH ini, melalui jasa wesel PT Pos Indonesia. Untuk Kecamatan Pangarengan, dicairkan melalui Kantor Pos Cabang Torjun. Sedangkan untuk Kecamatan Sreseh, dicairkan melalui Kantor Pos Cabang Modung, Bangkalan. (dwi/fiq)
Sumber : Radar Madura

Kenaikan ONH Tunggu Perpres

BANGKALAN-Meski pemerintah pusat akan menaikkan ongkos naik haji (ONH) tahun ini sebesar Rp 4,7 juta, tapi tidak berpengaruh pada minat masyarakat untuk menunaikan rukun Islam kelima tersebut.Menurut Kepala Seksi Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kandepag Bangkalan Moh. Amin Mahfud, kemungkinan besar ONH tahun 2008 ini mengalami kenaikan. Setelah mengalami kenaikan, beban ONH setiap jamaah diperkirakan sebesar Rp 32,5 juta.Kenaikan ONH tersebut, lanjut dia, disebabkan melonjaknya harga minyak dunia. Terutama, bahan bakar pesawat atau avtur. "Kenaikan ONH ini, sangat erat kaitannya dengan melonjaknya harga avtur pesawat. Kalau jamaah haji Indonesia, kan pasti naik pesawat mas," terangnya.Dijelaskan, kenaikan ONH ini juga akan berimplikasi pada jasa pelayanan oleh pihak penyelenggara. "Kalau ONH benar-benar naik, kami akan meningkatkan pelayanan selama jamaah berada di dalam negeri maupun Mekkah."Kami masih belum tahu kapan ONH dinaikkan. Sebaiknya, calon jamaah haji harus bersiap-siap. Sebab, kenaikan itu tinggal menunggu peraturan presiden (perpres)," tandas Amin.Kendati ONH naik, animo masyarakat Jatim yang ingin menunaikan ibadah haji sangat tinggi. Jatah kuota Jatim sebanyak 33.581 orang pada tahun 2008 sudah terisi semua. "Kami tidak bisa menyebutkan jumlah kuota untuk Bangkalan. Sebab, tidak ada pembagian per kabupaten. Tapi, sampai saat ini calon jamaah haji Bangkalan sudah mencapai 924 orang," ungkapnya.Dijelaskan, sampai tahun 2011, sudah ada 18.000 calon jamaah haji di Jatim yang sudah mendaftarkan diri. Sehingga, mereka yang masuk daftar tunggu atau waiting list untuk pemberangkatan haji hingga 3 tahun mendatang mencapai 85.162 orang."Jumlah jamaah haji Bangkalan memang turun, jika dibanding tahun lalu. Tapi, yang mendaftar cukup banyak," jelasnya.Calon-calon haji yang akan berangkat tahun ini, sudah mulai disosialisakan dan diumumkan kepada masyarakat. Tentang keberangkatannya, harus menunggu kur’ah atau undian kloter keberangkatan. (c2/fiq)

FMU Protes Pernyataan Watimpres

Dukung Bakor Pakem Larang Gerakan dan Aliran AhmadiyahPAMEKASAN-Ulama Madura mendukung rekomendasi Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan (Bakor Pakem) yang melarang gerakan dan aliran Ahmadiyah di Indonesia. Ulama yang tergabung dalam Forum Musyawarah Ulama (FMU) Madura juga menyayangkan pernyataan Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) yang akan mencegah keluarnya surat keputusan bersama pembekuan kegiatan Ahmadiyah. Surat pernyataan FMU yang mendukung rekomendasi Bakor Pakem kemarin dibacakan oleh KH Mundzir Khalil dan KH Fudloli Ruham di sekretariat FMU di Jalan Kabupaten. Namun, rapat koordinasi FMU yang menghasilkan dukungan pada Bakor Pakem sebenarnya telah digelar pada Minggu (20/4) lalu di Ponpes Roudlatul Muta’allimin Al Aziziyyah II Sebaneh, Bancaran, Bangkalan. "Ahmadiyah adalah gerakan kafir, murtad dan keluar dari Islam," kata Mundzir.Pengasuh Ponpes As Syahidul Kabir Sumber Batu Pamekasan ini menjelaskan, FMU sengaja bertemu di Bangkalan untuk membahas Ahmadiyah. Sebab, pascakeluarnya rekomendasi Bakor Pakem, gerakan dan aliran Ahmadiyah justru menjadi pro dan kontra di masyarakat. "Apalagi, setelah salah seorang anggota Watimpres (Adnan Buyung Nasution, Red.) menyatakan akan melobi Presiden untuk mencegah keluarnya surat keputusan bersama (SKB) pembekuan Ahmadiyah," katanya.Pernyataan anggota Watimpres itu akhirnya menimbulkan polemik tersendiri. Pelarangan Ahmadiyah dianggap melanggar konstitusi, mengebiri kebebasan beragama dan menabrak HAM. Padahal, Ahmadiyah sudah dinyatakan oleh MUI melalui fatwanya sebagai aliran sesat dan keluar dari ajaran Islam. "FMU terketuk untuk meluruskan kembali. Rekomendasi Bakor Pakem adalah langkah maju untuk meluruskan sesuatu yang harus diluruskan. Ahmadiyah tidak boleh hidup dan berkembang di Indonesia," kata Mundzir.KH Fudloli Ruham yang kemarin juga didapuk sebagai juru bicara menambahkan, rekomendasi Bakor Pakem sebenarnya terlambat. Pasalnya, sejak puluhan tahun lalu sejumlah negara sudah menyatakan Ahmadiyah sebagai gerakan terlarang. "Malaysia melarang Ahmadiyah sejak 1975. Saudi Arabiah sejak 1981. Bahkan, Pakistan yang merupakan negara cikal bakal Ahmadiyah juga melarangnya sejak 1981. Indonesia sudah terlambat. Tapi, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali," kata Pengasuh Ponpes Al Fudlola’ Pamekasan ini.Kemudian, Mundzir membacakan secara lengkap lima poin pernyataan FMU. Pertama, Ahmadiyah tidak termasuk aliran dalam Islam. Tapi, kelompok tersendiri yang menggunakan kedok Islam. Sehingga, sesuai dengan undang-undang yang berlaku sudah tidak ada tempat bagi Ahmadiyah di Indonesia. Kedua, mendesak pemerintah melarang gerakan dan aliran Ahmadiyah dengan menerbitkan SKB.Ketiga, mendesak pemerintah agar menegaskan rekomendasi Bakor Pakem sama sekali tidak melanggar konstitusi dan HAM. Keempat, mendukung sepenuhnya rekomendasi Bakor Pakem yang melarang Ahmadiyah. Kelima, menyesalkan munculnya tanggapan negatif dan kecaman terhadap rekomendasi Bakor Pakem dan usaha-usaha untuk menggagalkan terbitnya SKB. "Rekomendasi Bakor Pakem itu sudah benar," kata Fudloli.Dalam surat pernyataan yang diterima koran ini terdapat 24 ulama yang menandatangani dukungan terhadap rekomendasi Bakor Pakem dan terbitnya SKB. Para ulama tersebut adalah pengasuh pondok pesantren se Madura, mulai dari Bangkalan; Sampang; Pamekasan; dan Sumenep. "Sebenarnya, ulama yang hadir dalam pembahasan tentang Ahmadiyah ini lebih dari itu (24). Tapi, kita sepakat yang menandatangani surat pernyataan FMU adalah kiai-kiai sepuh. Surat pernyataan ini akan kita kirimkan pada Presiden," tandas Mundzir. (yat/ed)
Sumber : Radar Madura

Perompak Mesin Perahu Didor

BANGKALAN-Polres berhasil menciduk dua dari empat komplotan perompak mesin perahu nelayan Kampung Bandaran, Kelurahan Pejagan, Bangkalan. Keduanya diciduk di kampung halamanya di Pulau Gili Raja, Sumenep, kemarin malam (23/4) setelah dilumpuhkan dengan timah panas.Perompakan yang menimpa nelayan bandaran terjadi pada 16- April lalu. Empat pelaku masuk daftar pencarian orang (DPO) Polres Bangkalan. Dua tersangka sudah ditangkap itu adalah Usmanto, 27; dan Suladin, 37, warga Desa Lembung, Kecamatan Gili Genting, Sumenep.Polisi menyita sejumlah barang bukti (BB). Antara lain, 1 buah mesin perahu merk Yanmar dan 1 mesin merk Tianli, 1 paket kipas penggerak perahu, dan 8 kunci pas.Dua tersangka dijerat pasal 363 tentang pencurian. Ancaman hukumannya masimal tujuh tahun penjara. Sedangkan dua perompak lainnya, Rasumo, 35, dan Miski, 40, masih diburu polisi.Versi polisi, Usmanto dan Suladin yang ditangkap terpaksa dilumpuhkan dengan timah panas, karena saat didatangi rumahnya mencoba melarikan diri. Kapolres Bangkalan AKBP Aries Purnomo melalui Kasat Reskrim AKP Sutowo kemarin siang menjelaskan, penyergapan dilakukan sekitar pukul 22.30. Itu setelah selama dua minggu polisi mengumpulkan informasi tentang keberadaan tersangka. "Sementara barang buktinya dua unit mesin perahu. Sedangkan yang dicuri delapan mesin perahu," katanya.Diungkapkan, saat pemeriksaan keduanya mengaku mencuri delapan mesin perahu. Mereka beraksi bersama dua temannya lagi yang sekarang menjadi DPO, dengan menggunakan perahu pinjaman. "Setelah kami mendapatkan delapan mesin (perahu), kami berempat langsung kembali ke Gili (Gili Raja, Red)," kata Usmanto yang mengaku baru satu kali menjarah mesin perahu. Menurut Sutowo, kasus tersebut masih dalam pengmbangan. "Kita akan menguak sepak terjang pelaku penjarah mesin perahu lainnya," terangnya.Untuk diketahui, pada 16 April 2008 lalu delapan nelayan Kampung Bandaran, Kelurahan Pajagan, Kota Bangkalan, kehilangan mesin perahunya. Itu setelah kawanan perompak mengambil mesin di perhu yang ditamatkan di pantai Bandaran. Kerugian diprediksi mencapai Rp 30 juta. (c1/mat)
Sumber : Radar Madura